Download buku ekonomi islam pdf
Shahih Bukhari 2. Shahih Muslim 3. Sunan Abu Daud 4. Sunan Tirmidzi 5. Sunan Nasa'i 6. Sunan Ibnu Majah 7. Musnad Ahmad 8. Muwatto'Malik 9. Sunan Ad-darimi Semuanya bisa antum download gratis.
Imam :. Setelah Antum selesai download sebelum menginstal software Kitab. Imam silahkan Rubah dulu Setingan waktu di komputer Antum ke setingan tahun Kalau setingan waktu komputer tidak Antum seting ke setingan tahun maka software Kitab. Imam tidak akan jalan atau tidak akan bisa di buka. Dan kalau Antum mau membuka software Kitab. Imam pastikan dulu waktu di komputer Antum setingan waktu tahun Hari, Tanggal dan Bulan tidak perlu di seting.
Cukup seting waktu komputer Antum tahun nya saja ke Setingan Tahun Perhatikan gambar di bawah ini. Lalu Klik Lanjutkan. Seluruh hadits disajikan menyerupai buku digital yang nyaman. Akan tetapi kalau tiap orang selalu berusaha meraih hingga sampai pada suatu tujuan, maka pasti orang itu akan berhenti memenuhi kebutuhan-kebutuhannya pada batas- batas yang menjadi kesanggupan pertukaran tenaganya dengan tenaga orang lain; atau sampai pada batas harga yang sanggup mereka tawar.
Oleh karena itu, maka harga merupakan pengendali yang dibuat secara alami dan bisa menghentikan manusia dari tindakan konsumtif pada batas yang sesuai dengan penghasilannya. Dengan adanya harga itu, manusia kemudian berfikir dan menimbang serta mengukur kebutuhan-kebutuhannya yang kompetitif itu.
Dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut menuntut agar dipenuhi. Karena itu, hargalah yang memaksa seseorang untuk menganggap cukup dengan terpenuhinya sebagian kebutuhannya, secara parsial, agar pemenuhan terhadap sebagian yang lain tidak lepas dari dirinya. Sehingga, ketidakseimbangan penghasilan konsumen itulah yang menjadikan kegiatan konsumsi masing-masing individu tersebut terbatas pada manfaat yang bisa dipenuhi oleh penghasilannya.
Dengan demikian konsumsi sebagian barang itu terbatas pada apa yang dipenuhi, sesuai dengan penghasilannya yang akhirnya berlaku secara umum bagi semua orang yang mampu menjangkau batas harga paling minim. Maka kenaikan harga pada sebagian barang dan turun pada sebagian barang yang lain, serta terjangkaunya sebagian barang tersebut oleh upah dalam bentuk uang, dan tidak terjangkaunya sebagian yang lain, maka hargalah yang mengatur distribusi manfaat bagi konsumen.
Sementara bagi produsen jika hasil produksinya tidak diterima oleh para konsumen, pasti dia akan rugi. Cara yang bisa ditempuh oleh produsen agar produknya tetap digemari oleh konsumen adalah semata- mata ditentukan oleh harga. Dari harga inilah, dia bisa mengetahui keinginan para konsumen. Apabila konsumen bermaksud membeli barang tertentu, maka harga barang tersebut di pasar akan naik.
Karena itu, produksi barang ini terus meningkat agar keinginan para konsumen tersebut bisa terpenuhi. Sebaliknya konsumen tidak mau membeli barang tertentu, tentu harga barang tersebut di pasar akan anjlok.
Dengan begitu, jumlah produksi barang tersebut juga akan turun. Berdasarkan hal ini bahan-bahan mentah yang diperlukan dalam produksi tertentu akan bertambah dengan naiknya harga, dan sebaliknya bahan-bahan mentah yang diperlukan dalam produk-produk tertentu akan turun dengan anjloknya harga.
Dialah yang menjadi alat penghubung antara produsen dengan konsumen. Hal ini berjalan secara otomatis. Dari sinilah, maka harga --menurut pandangan orang-orang Kapitalis-- adalah tiang yang menjadi penyangga ekonomi. Bagi mereka, harga dalam ekonomi ibarat alat pengendali. Inilah ringkasan sistem ekonomi dalam pandangan Kapitalis. Dan inilah yang mereka sebut dengan Politik Ekonomi Political Economy. Dengan mengkaji dan membahas secara mendalam, maka akan nampak kebobrokan sistem ekonomi Kapitalis tersebut dari beberapa aspek: Bagi mereka, ekonomi adalah sesuatu yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan manusia dan sarana-sarana pemenuhannya.
Sehingga mereka menjadikan produksi barang dan jasa, yang nota bene merupakan sarana pemuas kebutuhan, dengan distribusi barang dan jasa pada kebutuhan-kebutuhan tersebut, sebagai satu pembahasan. Dengan kata lain, mereka menjadikan kebutuhan-kebutuhan dan sarana-sarana pemuasnya merupakan dua hal yang saling menjalin menjadi satu pembahasan.
Dengan demikian distribusi barang dan jasa menjadi satu pembahasan dengan produksi barang dan jasa. Disamping itu, mereka memandang Ekonomi dengan satu pandangan yang meliputi barang-barang produksi economic goods dan cara pemerolehannya, tanpa dipisahkan antara keduanya, dan tanpa dibeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya.
Mereka memandang Ilmu Ekonomi dengan Sistem Ekonomi dengan pandangan yang sama, tanpa membedakan antara satu dengan yang lain. Padahal ada perbedaan antara Sistem Ekonomi dan Ilmu Ekonomi. Sistem Ekonomi VS Ilmu Ekonomi Sistem Ekonomi menjelaskan tentang distribusi kekayaan dan kepemilikannya, serta bagaimana malakukan transaksi terhadap kekayaan tersebut dan sebagainya.
Dengan penjelasan ini berarti mereka mengikuti pandangan hidup tertentu sistem ekonomi Kapitalis. Karena, masing-masing mengikuti pandangan hidup ideologi tertentu, yang berbeda dengan Ilmu Ekonomi. Ilmu Ekonomi membahas tentang produksi dan kualitasnya serta bagaimana menentukan dan memperbaiki sarana-sarananya. Hal ini bersifat universal bagi semua bangsa, yang tidak spesifik berdasarkan idiologi tertentu, melainkan seperti layaknya sains yang lain.
Sebagai contoh, adalah pandangan tentang kepemilikan. Sedangkan cara memperbaiki produksi, maka hal ini menyangkut suatu realitas fakta yang bersifat ilmiah. Hal ini sama bagi semua manusia, dari segi memandangnya, meskipun pemahaman ideologinya bisa berbeda-beda. Mencampuradukkan antara kebutuhan dengan alat pemuas kebutuhan dalam satu pembahasan, atau antara cara menghasilkan barang-barang produksi dengan cara mendistribusikannya dan menjadikan keduanya sebagai satu kesatuan adalah hal yang keliru.
Inilah yang melahirkan kontaminasi dan intervensi dalam pembahasan- pembahasan ekonomi, di kalangan orang Kapitalis. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi dan diangap terbatas pada materi adalah juga salah dan bertentangan dengan realitas fakta kebutuhan- kebutuhan tersebut. Sebab, ternyata ada kebutuhan moral ma'nawiyah dan kebutuhan spiritual ruhiyah. Dimana kebutuhan tersebut, masing-masing menuntut agar dipenuhi sebagaimana kebutuhan yang bersifat materi. Dan masing- masing membutuhkan barang dan jasa untuk memenuhinya.
Adapun pandangan para ekonom Kapitalis terhadap kebutuhan dan manfaat, sebagai apa adanya, bukan masalah-masalah yang semestinya harus dijadikan sebagai pijakan oleh masyarakat, adalah pandangan yang mencerminkan bahwa para pakar ekonomi Kapitalis itu melihat manusia yang bersifat materi semata, tanpa kecenderungan-kecenderungan spiritual, pemikiran- pemikiran tentang budi pekerti, dan tujuan-tujuan yang bersifat nonmateri.
Mereka tidak pernah memperhatikan masalah-masalah yang semestinya harus dijadikan pijakan oleh masyarakat, seperti ketinggian moral dengan menjadikan sifat-sifat terpuji sebagai dasar buat interaksinya. Mereka tidak pernah memperhatikan semua perkara tersebut. Perhatian mereka tiada lain hanya pada materi yang bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan meterial mereka saja. Karena itu, mereka tidak akan melakukan penipuan dalam jual beli kecuali karena ingin mencari untung dalam bisnisnya.
Apabila mereka memperoleh keuntungan dengan cara penipuan, maka penipuan tersebut mereka perbolehkan. Mereka juga tidak akan memberi makan fakir miskin karena tunduk pada perintah Allah sebagai pendorong untuk bersedekah. Akan tetapi, mereka melakukannya, karena semata-mata agar fakir miskin tersebut tidak mencuri kekayaan mereka.
Kalau kemudian kekayaan dan penghasilan mereka bertambah karena membiarkan mereka menderita kelaparan, maka hal itu akan dilakukan. Perhatian para ekonom Kapitalis terpusat pada manfaat, sebagai sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan material semata.
Ini dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain, seluruh harta dan jerih payah yang mereka sebut dengan barang dan jasa itu diperoleh oleh seseorang hanya semata-mata untuk dimanfaatkan serta menjadi alat tukar-menukar yang bisa membentuk hubungan antara satu orang dengan orang lain, maka ketika itu harus dilihat sebagai masalah-masalah yang seharusnya dijadikan pijakan oleh masyarakat tatkala mereka menginginkan harta dan kebutuhan, baik secara global maupun rinci.
Karena itu, perhatian terhadap barang-barang produksi dilihat dari segi barang-barang tersebut memuaskan kebutuhan, tanpa memperhatikan masalah- masalah yang semestinya harus dijadikan pijakan oleh masyarakat. Hal itu sama halnya dengan memisahkan barang ekonomi dengan interaksi-interaksi tersebut. Dan ini tentu tidak mungkin. Karena barang-barang produksi tersebut dipergunakan manusia untuk saling tukar, dengan begitu terbentuklah interaksi di antara mereka. Interaksi- interaksi itulah yang membentuk masyarakat.
Karena itu, kita tidak boleh mengklaim barang tersebut bermanfaat, semata-mata karena adanya orang yang menginginkannya. Baik barang itu esensinya membahayakan atau tidak; maupun mempengaruhi interaksi-interaksi manusia atau tidak; ataupun yang esensinya diharamkan menurut keyakinan orang atau tidak.
Melainkan barang tersebut harus dianggap bermanfaat, sebagai perkara yang semestinya dijadikan pijakan oleh masyarakat. Berdasarkan hal ini ganja, candu dan sebagainya tidak boleh dianggap sebagai barang yang bermanfaat, atau bahkan menganggapnya sebagai barang-barang produksi, semata-mata karena ada orang yang menginginkannya. Ketika melihat manfaat suatu barang harus melihat pengaruh barang-barang produksi tersebut terhadap hubungan masyarakat.
Dengan kata lain, barang tersebut harus dilihat sebagai masalah-masalah yang semestinya dijadikan pijakan oleh masyarakat. Dan tidak boleh dilihat hanya sebatas barang saja. Bahkan pandangan terhadap distribusi tersebut menjadi sebuah pandangan yang tidak utuh.
Atas dasar inilah, maka sistem ekonomi Kapitalis itu hanya mengarah kepada satu tujuan, yaitu meningkatkan kekayaan negara secara total. Kemudian berusaha memperoleh tingkat produksi hingga setinggi-tingginya. Dan terealisasikannya kemakmuran anggota masyarakat setinggi mungkin sebagai akibat adanya pertambahan pendapatan nasional national income , dan naiknya produksi suatu negara, yaitu memperoleh kekayaan dengan cara membiarkan mereka sebebas-bebasnya bekerja, untuk memproduksi dan mengumpulkan kekayaan tersebut.
Dengan kata lain, terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan secara kolektif, dengan naiknya produksi dan bertambahnya pendapatan nasional national income di suatu negara. Dengan cara tersebut, maka distribusi pendapatan dilakukan dengan cara kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja bagi anggota masyarakat, yaitu anggota masyarakat dibiarkan sebebas- bebasnya untuk memperoleh kekayaan apa saja yang mampu mereka peroleh, sesuai dengan faktor-faktor produksinya masing-masing.
Baik pemenuhan tersebut dapat dipenuhi untuk untuk seluruh anggota masyarakat, atau terjadi pada sebagian orang, sedangkan yang lain tidak. Ini jelas-jelas keliru dan bertentangan dengan realitas, serta tidak menyebabkan naiknya taraf kehidupan individu secara menyeluruh.
Begitu pula, tidak pernah menghasilkan kemakmuran bagi setiap individu rakyat. Kesalahannya terletak pada, bahwa kebutuhan- kebutuhan yang menuntut pemenuhan tersebut adalah kebutuhan-kebutuhan individu sebagai sebagai kebutuhan manusia misalnya kebutuhan si Muhammad, si Shalih, si Hasan, dan lain-lain , bukan kebutuhan-kebutuhan segenap manusia, umat, ataupun bangsa. Baik pemenuhannya untuk dirinya secara langsung, seperti makan atau pemenuhannya untuk dirinya karena terpenuhi secara kolektif seperti perlindungan terhadap umat.
Dengan demikian, masalah ekonomi sebenarnya hanya bertumpu pada distribusi alat-alat pemuas tersebut kepada individu; yaitu pendistribusian barang dan jasa kepada individu umat atau bangsa. Bukan bertumpu pada kebutuhan-kebutuhan yang dituntut oleh umat atau bangsa secara total, tanpa melihat masing-masing individunya. Dengan kata lain, masalahnya adalah kemiskinan yang menimpa individu.
Bukan kemiskinan yang menimpa negara. Sehingga membahas sistem ekonomi adalah semata-mata membahas tentang bagaimana kebutuhan- kebutuhan pokok bagi setiap individu itu bisa terpenuhi. Bukan membahas tentang bagaimana agar barang-barang ekonomi tersebut bisa diproduksi.
Dari sinilah, maka mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi laju produksi nasional itu tidak lagi menjadi pembahasan yang membahas tentang pemenuhan seluruh kebutuhan pokok individu, secara pribadi-pribadi dengan cara menyeluruh.
Padahal dengan terpecahkannya masalah kemiskinan negara itu tetap tidak bisa memecahkan masalah kemiskinan individu-individu secara pribadi-pribadi. Sebaliknya dengan terpecahkannya masalah kemiskinan individu dan terdistribusikannya kekayaan negara itulah yang justru akan mendorong rakyat serta warga suatu negara untuk bekerja meningkatkan pendapatan income perkapita masyarakat.
Sedangkan pembahasan yang membahas faktor-faktor yang bisa mempengaruhi laju produksi nasional dan income perkapita masyarakat itu, sebenarnya pembahasannya dibahas dalam ilmu ekonomi. Artinya, pembahasan tentang barang ekonomi ekonomic goods dan penambahan kuantitasnya, bukan membahas tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang diatur oleh sistem ekonomi.
Hal itu, karena kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi secara pasti adalah kebutuhan- kebutuhan primer basic needs individu, dalam kapasitasnya sebagai manusia, bukan kebutuhan skunder ataupun tersier lux.
Meskipun, kebutuhan tersier lux tersebut juga bisa saja diupayakan dan dipenuhi. Karena itu, sebenarnya kebutuhan-kebutuhan primer basic needs tersebut terbatas kuantitasnya, dimana kekayaan dan jerih payah tenaga yang mereka sebut dengan barang dan jasa yang ada di dunia itu sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer basic needs tersebut.
Dimana seluruh kebutuhan primer basic needs tersebut bisa saja dipenuhi dengan pemenuhan secara menyeluruh oleh tiap-tiap konsumen. Karena masalah ekonomi itu sebenarnya hanya terletak pada masalah pendistribusian kekayaan dan tenaga tersebut kepada tiap individu, dalam rangka memenuhi kebutuhan- kebutuhan primer basic needs mereka dengan pemenuhan secara menyeluruh, serta membantu mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan skunder hingga kebutuhan-kebutuhan tersier lux mereka.
Sedangkan masalah bertambahnya kebutuhan- kebutuhan yang silih berganti itu, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan bertambahnya kebutuhan-kebutuhan primer basic needs tersebut. Karena kebutuhan- kebutuhan primer basic needs manusia, dari segi manusianya yaitu bisa memenuhi sandang, papan dan pangan itu tidak akan pernah bertambah bersifat statis.
Akan tetapi yang bertambah dan terus meningkat adalah kebutuhan skunder atau tersier misalnya, sudah bisa makan, ingin meningkatkan kualitas makanannya, atau bisa me nyandang , ingin meningkatkan kualitas sandangnya, dan sudah bisa mengusahakan papan, masih ingin meningkatkan kualitas papannya --pent.
Dimana kebutuhan-kebutuhan skunder atau tersier tersebut memang bisa diusahakan untuk dipenuhi, sekalipun kalau tidak dipenuhi juga tidak akan menimbulkan masalah. Justru yang menimbulkan masalah adalah apabila kebutuhan- kebutuhan primer basic needs tersebut tidak terpenuhi. Hanya saja bertambahnya kebutuhan-kebutuhan skunder atau tersier lux itu adalah masalah lain, yang berhubungan dengan sejumlah komunitas yang hidup pada suatu daerah tertentu, dan tidak berhubungan dengan salah satu anggota komunitas daerah tersebut.
Masalah inilah yang secara alami mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga, dia terdorong oleh dorongan yang muncul dari bertambahnya kebutuhan-kebutuhan skunder atau tersier tersebut untuk berusaha menambah kauntitas alat-alat pemuas yang dimiliki -nya. Dimana, adakalanya dengan melakukan ekploitasi atau ekplorasi kekayaan alam yang ada di negaranya, atau dengan cara bekerja di negara lain, atau perluasan usaha dan melakukan join di negara lain.
Karena masalah pendistribusian kekayaan kepada individu secara pribadi-pribadi untuk memenuhi seluruh kebutuhan primer basic needs mereka secara menyeluruh, serta membantu tiap individu untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan skunder atau tersiernya, itu adalah masalah yang berkaitan dengan pandangan hidup tertentu, dan hal itu bersifat khas bagi bangsa-bangsa tertentu, atau ideologi tertentu.
Dimana, hal itu berbeda dengan masalah peningkatan income perkapita masyarakat dengan meningkatkan GNP-nya. Karena masalah tersebut menyangkut realitas negara yang bersifat riil, dari segi pengetahuan untuk menambah kuantitas kekayaan tersebut, baik dengan cara ekploitasi dan ekplorasi, atau imigrasi, atau perluasan usaha, ataupun dengan join.
Dimana, masalah tersebut disesuaikan dengan realitas yang ada dan bisa dilaksanakan oleh setiap manusia bersifat universal , dan umum yang tidak menyangkut pandangan hidup tertentu, serta tidak dispesifikasikan bagi bangsa dan ideologi tertentu. Disamping terjaminnya kemungkinan tiap anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan skunder atau tersier lux mereka. Sedangkan untuk menaikkan tingkat produksi itu membutuhkan pembahasan ilmiah.
Kalaupun pembahasan tersebut kemudian dibahas dalam sistem ekonomi, itu tentu tidak akan menyelesaikan masalah ekonomi, yaitu terpenuhinya seluruh kebutuhan individu secara pribadi- pribadi dengan cara menyeluruh. Sebab, bertambah tingkat produksi tersebut akan menyebabkan meningkatnya tingkat kekayaan negara, dan tidak menyebabkan terpenuhinya seluruh kebutuhan primer basic needs semua individu dengan menyeluruh.
Oleh karena itu, bertambahnya tingkat produksi nasional tersebut tidak akan menyelesaikan masalah utama, yang harus segera dipecahkan sebelum yang lainnya, yaitu terpenuhinya seluruh kebutuhan primer basic needs semua anggota masyarakat secara pribadi-pribadi, dengan cara menyeluruh, kemudian membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan skunder atau tersier lux mereka.
Karenanya, kemiskinan absolut absolut proverty dan kemiskinan struktural stuctural proverty , yang menuntut harus dipecahkan itu adalah kemiskinan karena ketidakterpenuhinya kebutuhan- kebutuhan primer basic needs manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia, bukan karena ketidakterpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang terus meningkat mengikuti perkembangan materi. Sedangkan kemiskinan absolut absolut proverty dan kemiskinan struktural stuctural proverty , yang menuntut harus dipecahkan itu adalah kemiskinan masing- masing anggota masyarakat secara pribadi-pribadi, bukan absolut dan stuctural proverty suatu negara.
Akan tetapi, hanya bisa terpecahkan dengan cara mendistribusikan kekayaan kepada seluruh individu secara pribadi-pribadi, dari segi terpenuhinya seluruh kebutuhan primer basic needs tiap individu secara menyeluruh, kemudian dibantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan skunder atau primer mereka.
Adapun terhadap nilai, sistem ekonomi Kapitalis menganggap nilai tersebut bersifat nisbi relatif , bukan hakiki paten. Maka, menurut mereka, nilai itu adalah nilai menurut anggapan i'tibariyah , artinya tinggal siapa yang menilai dan dengan apa dia dibandingkan.
Karena itu, nilai satu hasta kain yang terbuat dari wool adalah batas akhir kemanfaatan kegunaan kain tersebut pada saat kain tersebut bisa diperoleh di pasar. Dimana nilainya bisa diukur dengan barang dan jasa yang bisa diperoleh oleh kain tersebut.
Sehingga nilai tersebut akan berubah menjadi harga, apabila sesuatu yang dipergunakan --sebagai ukuran standar -- untuk memperoleh kain tersebut adalah uang.
Dua nilai ini, menurut mereka, adalah dua hal yang harus dibedakan. Dimana masing-masing disebut dengan sebutan yang berbeda dengan yang lain. Dan makna nilai, dengan batasan semacam ini adalah sesuatu yang salah. Karena nilai barang apapun, sebenarnya semata-mata ditentukan oleh kemanfaatan kegunaan -nya, dengan memperhatikan faktor kelangkaannya.
Sehingga pandangan yang hakiki paten terhadap barang apapun, adalah pandangan terhadap kemanfaatan kegunaan dengan memperhatikan faktor kelangkaannya. Baik, yang dimiliki oleh manusia sejak asal semisal hasil buruan, atau karena pertukaran semisal hasil penjualan, maupun barang tersebut terkait dengan orang lain atau terkait dengan benda.
Karena itu, nilai hakikatnya adalah nama bagi sebutan tertentu yang bersifat paten dan personal; bukan nama benda yang bersifat i'tibariyah dan tidak layak diberlakukan terhadap sesuatu yang lain. Maka, nilai itu hakikatnya adalah sesuatu yang paten, bukan merupakan sesuatu yang nisbi relatif. Karena itu, pandangan para ekonom tersebut terhadap nilai ini adalah pandangan yang salah dari asasnya.
Dimana, nilai batas marginal value itu hakikatnya bukan nilai barang, bahkan nilai tersebut juga tidak ada kaitannya dengan harga barang. Karena nilai barang itu semata-mata ditentukan oleh perkiraan guna utility barang tersebut dengan memperhatikan faktor kelangkaannya.
Dimana setelah itu, turunnya harga barang tersebut tidak akan mengurangi nilainya, sebagaimana naiknya harga barang tersebut, setelah itu, juga tidak akan menambah nilainya.
Sebab nilai barang tersebut sebanarnya bisa diukur, ketika diperkirakan. Karena itu, teori batas marginal theory ini hakikatnya adalah teori tentang harga, bukan teori tentang nilai. Dalam hal ini ada perbedaan antara harga dengan nilai, bahkan menurut kalangan ekonom Kapitalis sekalipun. Dimana harga perkiraannya ditentukan berdasarkan banyaknya permintaan dan sedikitnya penawaran, atau banyaknya penawaran dan sedikitnya permintaan secara bersamaan.
Sedangkan nilai, perkiraannya ditentukan oleh manfaat utility yang terdapat pada barang ketika barang tersebut diukur, dengan memperhatikan faktor kelangkaannya, tanpa memasukkannya sebagai bagian dari perkiraan tersebut.
Dimana ia juga tidak dipengaruhi sama sekali oleh besar- kecilnya penawaran dan permintaan. Karena itu pembahasan tentang nilai tersebut, dari segi asasnya, adalah salah semua. Maka, pembahasan yang dibangun dengan asas yang salah tersebut, dari segi serpian furu' , adalah salah. Hanya saja, apabila nilai tersebut kegunaan utility -nya diperkirakan dengan kegunaan barang atau jasa tertentu, maka itu merupakan perkiraan yang tepat. Dimana perkiraan tersebut merupakan perkiraan yang mendekati suatu kepastian dalam jangka pendek.
Dan apabila nilai tersebut kegunaan utility -nya diperkirakan dengan harga, maka itu merupakan perkiraan yang bersifat i'tibariyah , bukan hakiki paten lagi. Dimana pada saat itu, nilai tersebut akan menjadi berubah- ubah setiap saat mengikuti kecenderungan pasar.
Para ahli ekonomi Kapitalis mengatakan, bahwa kegunaan utility itu adalah hasil jerih payah yang telah dicurahkan oleh manusia.
Maka, apabila upah --yang diberikan-- tidak sebanding dengan kerjanya, tentu tingkat produksi nasional akan menurun. Karena itulah, maka mereka berkesimpulan bahwa cara metode yang paling ideal untuk mendistribusikan kekayaan tersebut kepada anggota masyarakat adalah cara yang harus bisa menjamin tercapainya tingkat produksi nasional yang setinggi- tingginya.
Pernyataan ini juga salah sekali. Karena kenyataannya, kekayaan yang telah diciptakan oleh Allah di alam inilah yang sebenarnya merupakan asas dasar kegunaan utility barang-barang tersebut.
Sedangkan sejumlah biaya cost yang telah dikorbankan untuk menambah kegunaan kekayaan tersebut, atau mengupayakan kegunaan kekayaan tersebut dengan disertai tindakan tertentu itulah yang sebenarnya telah menjadikan kekayaan tersebut secara pasti menghasilkan kegunaan utility tertentu. Dan kadang- kadang biaya cost tersebut sebagai ganti barang yang berharga, dan bukannya sebagai ganti suatu pekerjaan.
Karena itu, kegunaan utility tersebut bisa jadi merupakan hasil jerih payah manusia, dan bisa jadi merupakan hasil adanya benda yang berharga. Dan bisa jadi merupakan hasil kedua-duanya secara bersamaan. Dan bukannya semata-mata hasil jerih payah manusia. Sedangkan merosotnya tingkat produksi nasional itu, sebenarnya bukan merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara upah dengan kerja saja.
Sebab, kadang terjadi memang karena sebab tersebut. Dan kadang terjadi karena habisnya seluruh kekayaan negara. Dan kadang terjadi akibat peperangan. Juga kadang terjadi akibat yang lain.
Merosotnya produksi nasional Inggris dan Prancis setelah Perang Dunia II bukan karena ketidakseimbangan antara tingkat upah dengan kerja, melainkan karena menyusutnya daerah-daerah jajahannya yang kaya dari cengkraman masing-masing negara tersebut, juga karena mereka berperang habis-habisan. Sedangkan merosotnya produksi nasional dunia Islam saat ini, bukan karena ketidakseimbangan antara upah dengan kerja, melainkan karena merosotnya potensi berfikir yang menjangkit seluruh umat Islam.
Karena itu, ketidakseimbangan antara upah dengan kerja bukan merupakan sebab satu-satunya merosotnya tingkat produksi nasional, sehingga membawa konsekuensi bahwa cara yang ideal untuk mendistribusikan kekayaan negara adalah cara yang bisa menjamin meningkatnya tingkat produksi nasional. Begitu pula tercapainya tingkat produksi nasional yang setinggi-tingginya itu, juga tidak ada kaitannya dengan pendistribusian devisa kepada individu.
Para ahli ekonomi Barat berpendapat, bahwa harga adalah pendorong laju produksi. Sebab yang mendorong manusia untuk mencurahkan tenaganya adalah terpenuhinya kebutuhan manusia secara materi. Ini adalah pernyataan yang bertentangan dengan kenyataan, dan jelas tidak tepat. Karena kebutuhan manusia kadang-kadang bersifat materi, seperti ingin memperoleh keuntungan materi, atau kadang-kadang bersifat spiritual, seperti pengkultusan, atau kadang-kadang bersifat emosional, seperti pujian.
Karena itu, membatasi kebutuhan hanya sebatas kebutuhan materi itu tidak tepat. Karena manusia, kadang-kadang mengorbankan sejumlah hartanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual, atau kebutuhan moralitas yang lebih besar jumlahnya ketimbang yang dia korbankan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan materinya.
Karena itu, bukan harga itulah yang semata-mata bisa mendorong tingkat produksi. Karena kadang-kadang harga, dan kadang-kadang yang lain. Tidakkah anda lihat, bahwa seorang pemecah batu kadang-kadang mengkhususkan dirinya bekerja berbulan-bulan untuk memecah batu untuk pembangunan masjid? Dan seorang produsen kadang- kadang menghasilkan produknya berhari-hari agar bisa mendistribusikan produk-produknya kepada para fakir- miskin?
Dan apakah kegiatan produksi semacam ini didorong oleh harga? Padahal, jelas pemenuhan secara materi itu sendiri tidak dibatasi oleh harga. Periode ini disebut periode klasik. Kehadiran pedagang islam dari luar indonesia yang telah berdakwah menyiarkan ajaran islam di bumi nusantara memberikan nuansa baru bagi perkembangan suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini. Hikmah dan perilaku yang. September 26, Admin dari Berbagi Tentang Islam juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait pertanyaan tentang iptek dan seni dalam islam dibawah ini.
Sekilas memang situs ini terlihat seperti, menyediakan kumpulan buku cetak yang dikonversi ke buku digital. Gimana cara download bukunya? Untuk cara download ebook gratis nya, kalian tinggal pilih tombol download, yang telah disediakan oleh website tersebut. Situs ini menyediakan ebook dengan format ekstensi PDF, jadi kalian bisa bebas baca lewat perangkat apapun, dengan aplikasi Adobe Reader.
Selain menyajikan buku-buku islam, disini kalian juga bisa membaca Alquran digital, dengan terjemahan berbagai macam bahasa. Situs web yang kedua bernama Islamweb. Di situs ini menyediakan kumpulan ebook gratis dengan format PDF, tentang islam dengan bahasa inggris. Meskipun bukan bahasa Indonesia, tapi situs ini menyajikan banyak sekali ajaran dan ilmu tentang islam.
Contohnya seperti panduan bagi jemaah haji, sejarah agama islam, dan juga motivasi-motivasi islami. Kalian bisa membaca buku ini secara gratis dan legal, dengan memilih tombol ikon tombol download bewarna abu-abu.
0コメント